HUKUM PERKAWINAN ADAT KERINCI
Perkawinan
adalah suatu bentuk hubungan pergaulan antara pria dan wanita yang paling tua,
sama tuanya dengan kelahiran manusia di muka bumi ini, dan yang paling umum
paling kuat dab sakral. Oleh karena itu ikatan perkawinan mempunyai
ketentuan-ketentuan, sistem dan cara yang jelas. Sebelum datangnya agama-agama
samawi, perkawinan diatur menurut aturan yang di buat oleh masyarakat sendiri
berdasarkan akal pikiran dengan memperhatikan alam sekitarnya sebagai guru.
Maka lahirlah bentuk-bentuk dan cara-cara perkawinan menurut keadaan dan
kondisi masing-masing. Cara-cara yang mereka tetapkan itu mereka lakukan
berulang-ulang setiap melangsungkan perkawinan menurut bentuk dan sistem yang
mereka buat, maka jadilah ia menjadi adat dan kebiasaan yang lama kelamaan di
anggap suatu ketentuan yang harus di patuhi bersama.
Sedangkan
perkawinan menurut adat kerinci bukanlah urusan kedua belah pihak calon
penganten, tetapi merupakan kewajiban kedua belah pihak orang tua, nenek
mamak,tengganai mereka. Seperti di jelaskan dalam hukum keluargaan, maka adalah
menjadi hutang bagi orang tua, terutama ayahnya “untuk mengantar anak berumah
tangga” terutama terhadap anak perempuan.
Di samping itu dalam pandangan masyarakat adat kerinci
perkawinan adalah suatu ikatan sakral (suci) yang mengikat kedua belah pihak
penganten lahir bathin dengan jalan memenuhi ketentuan adat, syarak dan
sekarang di tambah lagi dengan undang-undang perkawinan. Dengan kata lain bahwa
perkawinan itu diletakkan diatas tungku bercabang tiga, yaitu :
1. Memenuhi ketentuan adat
2. Memenuhi ketentuan syarak
3. Memenuhi ketentuan undang-undang perkawinan.
Setelah
datang agama, khususnya agama islam, dan seruannya sampai kepada umat dan
dianutnya maka secara beransur-ansur cara-cara dan sistem adat kebiasaan itu di
pengaruhi oleh agama yang pada gilirannya menggantikan atau menyempurnakan
adat. Penggantian adat oleh agama itu melalui bermacam cara dan bentuk pula.
Dalam hal yang tegas-tegas terjadi pertentangan antara adat dan agama, maka
ketentuan agamalah yang diikuti. Kalau hanya berbeda sebutan maka agama
menyempurnakan atau membiarkannya berlaku.
Sejak
diundangkannya UU no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan PP no. 9 tahun 1975
sebagai peraturan pelaksananya, maka hal-hal yang tidak diatur di dalam
undang-undang dan peraturan pelaksanya itu berlaku hukum adat. Adat disini
sudah barang tentu adat yang tidak bertentangan dengan undang-undang, apalagi
dengan agama. Berikut ini akan di bicarakan berturut-turut mengenai sistem
perkawinan, adat kebiasaan mencari jodoh, upacara perkawinan, harta perkawinan
dan putusnya perkawinan serta akibat-akibatnya.
1.
SISTEM PERKAWINAN
Kita mengenal tiga macam sistem
perkawinan, yaitu endogami, eksogami, dan eleutherogami.
-
Endogami adalah
sistem perkawinan dimana seseorang hanya boleh mengambil pasangan hidupnya
dalam lingkungan suku kerabatnya.
-
Eksogami adalah
sistem perkawinan di mana seseorang hanya di bolehkan mengambil pasangan
hidupnya diluar lingkungan suku kerabatnya.
-
Eleutherogami
adalah sistem perkawinan di mana seseorang bebas mengambil pasangan di dalam
ataupun diluar suku kerabatnya.
Di kalangan anggota masyarakat kerinci ada orang atau
kelompok yang memandang perkawinan di dalam lingkungan kerabat sendiri itu
lebih diutamakan, tetapi berarti perkawinan keluar kerabat tidak atau kurang
baik, tidak ada larangan mencari pasangan keluar lingkungan kerabat, apalagi di
lingkungan kaum kerabat tidak ada yang sejodoh. Dengan demikian jelas bahwa
sistem perkawinan di kerinci adalah eleutherogami. Kawin antar warga berlainan desa
atau daerah juga tidak dilarang, bahkan dengan orang asingpun tidak di larang,
bahkan dengan orang asingpun tidak di larang asalkan sama-sama beragama islam.
Untuk larangan kawin hukum adat kerinci mengacu kepada hukum perkawinan islam
seperti yang diatur dalam undang-undang no. 1 tahun 1974. Dalam pada itu
terdapat juga orang atau kelompok masyarakat yang tidak atau kurang menyukai
perkawinan yang hubungan keluarganya terlalu dekat, seperti umpamanya dengan
sepupu di mana bapak atau ibu mereka bersaudara kandung. Sebaliknya mereka
sangat menyukai perkawinan dengan anak mamak dan anak datung (bibi). Perkawinan
demikian dikatakan kuah jauh ke nasi.
Mengenai tempat tinggal setelah perkawinan dilangsungkan,
sang suami ikut kerumah pihak isteri (matrilokal) sampai mereka memiliki rumah
sendiri. Sungguhpun demikian, bukanlah
suatu aib bila si isteri yang ikut tinggal di rumah suami yang di sebut semendo
surut. Dalam pergaulan sehari-hari kerabat pihak isteri memandang orang semendo
sebagai anggota keluarga sendiri dengan kedudukan sebagai anak batino tanpa
keluar dari suku kerabatnya di mana dia sebagai anak jantan.
Dalam semendo surut sang isteri
di pandang sebagai anak batino. Berbagai alasan mengapa terjadi semendo surut
itu. Ada alasan karena keluarga suami tidak mempunyai anak perempuan, isteri
berasal dari keluarga yang menganut sistem patrilineal, atau mereka kawin di
rantau lalu isteri di bawa pulang ke rumah suami. Di sambut dengan kenduri
“memotong kambing seekor beras dua puluh” (menyembelih seekor kambing, menanak
beras dua puluh gantang).
2.
ADAT MENCARI JODOH
Masyarakat
kerinci mengenal adat kebiasaan di kalangan muda-mudi yang di sebut dengan
bamudo, sakire artinya bermain muda atau pacaran. Caranya bias dengan berkirim
surat atau bertandang kerumah si gadis, atau jalan-jalan ke tempat rekreasi,
atau nonton dikeramaian dan sebagainya. Dahulu sebelum orang mengenal tulis
baca, orang menyatakan perasaan hatinya atau cinta melalui bahasa lambing dalam
bentuk bunga (kembang) dan sebagainya.
Masa bamodo ini kadang kala berjalan lama, seperti tahunan, tetapi ada juga
yang hanya mingguan atau bulanan, bahkan tanpa bamudo sama sekali. Hal itu
tergantung pada situasi dan konsisi. Kesempatan selama bamudo di manfaatkan
untuk saling kenal mengenal lebih dekat sebelum mereka mengambil keputusan
untuk membangun rumah tangga bersama.
Apabila
proses bermudo berjalan lancar, mulus sudah mulai ada tanda-tanda kecocokan,
maka langkah selanjutnya adalah betuek (melamar), yang datang melamar adalah
pihak pria, biasanya melalui orang ketiga selaku utusan. Utusan itu bias dari
keluarga sendiri ataupun orang lain yang di percayai. Bila lamaran itu
diterima, maka akan di lanjutkan langkah
berikutnya, yaitu menyerahkan cihai (tanda jadi) berupa pakaian atau benda lain
seperti perhiasan emas dan sebagainya. Pada acara peletakan cihai itu biasanya
langsungkan ditetapkan waktu atau hari H nya. Apabila hari yang di tentukan itu
masih cukup lama, maka di buatlah semacam ikatan yang di sebut batunang
(bertunangan) dengan mengadakan acara kenduri sekaligus sebagai pengumuman
kepada warga masyarakat, bahwa mereka terikat satu sama lain, harap jangan
diganggu-ganggu.
Sebagai
suatu ikatan perjanjian, maka sudah barang tentu ada sanksinya bilamana di
langgar. Demikian pula janji kawin yang di buhul dengan suatu “tanda” berupa
cihai itu. Kalau igkar janji itu dating dari pihak si bujang, maka ia akan
kehilangan cihai, dan barang tersebut jatuh menjadi milik gadis. Dan kalau yang
ingkar janji itu pihak si gadis, maka ia harus mengembalikan dua kali harga
cihai tersebut. Pihak yang ingkar janji harus mengadakan upacara kenduri dengan
mengundang para ninik mamak, alim ulama serta orang adat, sekaligus
memberitahukan, bahwa ikatan perjanjian atau pertuangan telah putus, dan
masing-masing pihak telah kembali bebas seperti sedia kala. Untuk selanjutnya,
bila pemutusan itu di lakukan secara baik-baik, maka kedua belah pihak lalu
mengadakan suatu ikatan kekeluargaan sebagai adik kakak.
Adapun
apabila pemutusan ikatan janji itu atas persetujuan kedua belah pihak, maka
sanksi seperti tersebut diatas tidak berlaku. Dalam hal ini berlaku
undang-undang adat yang mengatakan “alah sko dek janji,alah janji dek mufakat”
3.
UPACARA PERKAWINAN / AKAD NIKAH
Sejak
tercapainya kata sepakat untuk melangsungkan perkawinan dan hari H-nya pun
sudah di tetapkan, maka masing-masing pihak mulai mengadakan persiapan agar
bila tiba saatnya yang ditunggu-tunggu semuanya sudah siap dan upacara
pernikahan dapat di laksanakan dengan tertib dan lancar. Soal waktu dan tempat
ijab disesuaikan dengan situasi dan kondisi,apakah siang atau malam, dirumah
atau di masjid atau dibalai nikah. Masing-masing desa mempunyai ketentuan atau
tradisi sendiri. Dan bila di laksanakan di rumah pihak si wanita, dan tentunya
setelah segala urusan administrasi di selesaikan.
Secara
umum terdapat dua macam pola upacara pernikahan: pertama, upacara adat terpisah
dengan upacara peresmian/resepsi;kedua, upacara akad dilakukan sekaligus dengan
upacara peresmian/resepsi. Upacara akad (ijab qabul) di laksanakan menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Untuk melaksanakan ijab biasanya di
wakilkan kepada tuan khadi ; jarang sekali wali nasab mengijabkan piterinya.
Dalam setiap upacara pernikahan akan melibatkan para tengganai dan ninik mamak,
alim ulama, cerdik pandai dan pemuda-pemudi. Masing-masing mempunyai tugas
tertentu. Ninik mamak bertugas mengawasi jalannya upacara, alim ulama memimpin
do’a dan memberikan nasihat perkawinan, cerdik pandai memberikan sambutan, dan
pemuda-pemudi urusan tamu, menghias pengantin dan rumah tempat acara
berlangsung (rumah muntaing) dan lain sebagainya.
Adapun
urutan-urutan upacra perkawinan dapat di tuturkan sebagai berikut : menjelang
hari H tiba, selama kira-kira tiga hari sebelumnya adalah hari-hari sibuk bagi
keluarga pihak wanita. Walaupun urusan perkawinan adalah urusan keluarga kedua
belah pihak wanita. Kesibukan itu diawali dengan menyiapkan undangan dan
menyampaikan kealamatnya. Undangan perkawinan ada duya macam : umum dan khusus.
Undangan umum adalah undangan yang di tujukan kepada seluruh warga desa dan
handai taulan serta teman sekerja. undangan khusus adalah undangan yang di
tujukan kepada orang-orang tertentu menurut adat setempat. Dikatakan khusus oleh
karena cara penyampaianya dan orang yang menyampaikannya ditentukan secar
khusus, yaitu disampaikan oleh salah seorang wanita anggota keluarga terdekat
yang sudah agak baya dengan ditemani seorang wanita muda lainnya, dengan
membawa sebuah sirih pinang dalam sebuah tempat yang khusus untuk itu (kampil).
Orang-orang yang diundang secara khusus itu seperti ; depati, ninik mamak,
pemuda-pemuda masyarakat yang dirasa perlu menurut pertimbangan keluarga dan
orang-orang yang terlibat langsung dalam upacara akad nikah tersebut, seperti
pejabat kantor urusan agama (kua), kadhi dan lain-lain.
Apabila
segala persiapan dianggap sudah lengkap, para undang terutama PPN, kadhi dan
wali nikah, maka pihak tengganai mengutus orang kerumah calon mempelai pria
untuk memberitahukan bahwa upacara akad segera akan di laksanakan. Calon
mempelai pria yang memang sudah siap menunggu kedatangan utusan tersebut,
segera berangkat kerumah calon pengganti wanita dengan diiringi oleh para
pengantar dari pihak keluarganya dan teman-temannya. Sesampai di rumah calon
pengantin wanita, istirahat sebentar, kemudian pembawa acara berdiri untuk
membacakan susunan acara yang akan di laksanakan. Kedua calon mempelai beserta
pendampingnya dipersilahkan mengambil tempat yang telah disediakan didepan
pejabat PPN dan tuan kadhi serta wali nasabnya.
Apabila
acara akad dipisahkan dengan resepsi peresmian, maka pada acara akad hanya
diadakan kenduri kecil saja, sedangkan resepsi yang sesungguhnya akan di
selenggarakan beberapa hari kenudian, dan pada saat itulah upacara secara adat
dilakukan, seperti menyampaikan pno, pemberian gelar dan sebagainya. Pada
upacara akad yang digabungkan dengan resepsi sekaligus, maka acara pno dan
lain-lainnya itu di laksanakan ketika itu juga.
Walaupun
akad nikah (dan resepsinya) telah berlangsung,namun mempelai pria belum
diperkenankan tinggal di rumah penggantin wanita, ia dibawa kembali oleh
pengiring-pengiringnya kembali kerumah orang tuanya, sampai datangnya jemputan
dari pengantin wanita.
Jemputan
itu dilakukan keesokan harinya, di mana pengantin wanita di temani oleh seorang
wanita setengah baya. Jemputan itu adalah “jemput terbawa” . artinya pengantin
wanita pulang dengan membawa pengantin pria.pengantin itu sangat dianjurkan
berkunjung kerumah-rumah kaum keluarga yang dipandang patut di beri
penghormatan atau di tuakan dalam keluarga, seperti mamak, paman, datung(bibi)
dan lain-lain.
Dalam
masyarakat kerinci juga di kenal, yang disebut “kawin gantung”, yaitu
perkawinan dimana pasangan suami isteri itu belum hidup serumah sebagai
layaknya orang bekeluarga. Terjadinya kawin gantung itu di sebabkan berbagai
pertimbangan. Umpamanya karena si isteri masih di bawah umur, situasi dan
kondisi yang belum mengizinkan mereka berkumpul dan sebagainya. Kawin gantung
itu lebih kuat dari ikatan pertunangan,karena sudah di penuhi nya syarat dan
rukunnya.
4.
HARTA PERKAWINAN
Yang di
maksuddengan harta perkawinan disini adalah keseluruhan harta yang di peroleh
atau terhimpun selama perkawinan, meliputi harta bawaan, harta tepatan dan
harta pencaharian bersama suami isteri.
a. Harta bawaan, yaitu harta yang di bawa suami kerumah
isterinya (atau sebaliknya dalam kasus semando surut). Harta itu bias dari
hasil usaha ketika masih bujangan (harta pemujang), harta warisan, hadiah dan
sebagainya.
b. Harta tepatan (depatan, harta depat), yaitu harta yang di
depati pada si isteri. Harta tepatan itu bias berupa hasil usahanya ketika
masih gadis(harta pengadih), harta warisan, hadiah dan sebagainnya,
Sekiranya terjadi
penceraian, baik verai hidup maupun cerai mati, maka harta bawaan kembali
kepihak yang membawanya atau ahli warisnya, sedangkan harta tepatan ti nggal
pada si isteri atau ahli warisnya.
c. Harta pencarian bersama suami isteri, yaitu hasil usaha
bersama suami osteri yang terkumpul selama perkawinan, tidak peduli siapa yang
bekerja atau berusaha, apabila si suami yang berusaha di luar rumah sedangkan
isteri di rumah ataukah kedua-duanya bersam-sama berusaha, ke darat sama-sama
kering ke air sama-sama basah, sehilir semudil.
Sekiranya terjadi penceraian,baik cerai
hidup maupun cerai mati, maka harta pencarian itu dibagi dua, masing-masing
pihak memperoleh seperdua, dan kalau ada anak maka harta tersebut jatuh kepada
anak mereka. Ada juga beberapa desa atau keluarga apabila tidak ada anak, harta
pencarian itu lebih dahulu di bagi dua, kemudian pihak yang di tinggalkan masih
memperoleh bagian dari peruntuka pihak yang meninggal sebagai ahli waris. Jadi
dia memperoleh seperdua plus.
Apabila
si suami beristeri lebih dari satu, maka harta pencaharian (harta cahin) pada
isteri pertama akan terpisah dari harta pencaharian dengan isteri kedua dan
seterusnya. Pepatah adat mengatakan : “duo plak duo kandang, duo penunggu duo
ungguk, plak bakandang sawah bapematang, maksudnya seseorang yang mempunyai dua
isteri maka harta pencahariannya juga dua tumpuk dengan batas-batas yamg jelas
pula.
5.
PERCERAIAN, AKIBAT-AKIBAT DAN PENYELESAIANNYA
Perceraian pada umunya diuesbabkan oleh
kitidakcocokan atau ketidaksetujuan atau ketidak keserasian pendapat, pandangan
atau sikap dan tingkah laku antara pasangan suami isteri atau antara keluarga
mereka. Keadaan yang demikian berpotensi timbulnya pertengkaran/percekcokan itu
ada yang dapat didamaikan, namun tidak sedikit yang berakhir dengan
perceraian.keruh di jernihkan, kusut di selesaikan, penyelesaian secara adat
tidak berarti mengabaikan ketentuan undang-undang dalam hal ini UU no. 1 tahun
1974 dan PP no. 9 tahun 1975 serta peraturan lainnya yang berkaitan dengan
masalah tersebut.
1.
CERAI HIDUP
Sekalipun peraturan perundang-undangan telah menetapkan
alasan dan prosedur perceraian,namun sebelum perkara sampai kepengadilan masih
tetap terbuka kemungkinan untuk melaukan upaya-upaya mencari penyelesaian damai
serta adat,bahkan itu dianjurkan.kalau di tingkat keluarga tidak dicapai
penyelesaian dapat di tingkatkan keduduk ninik mamak, bahkan dapat sampai
ketingkat depati. Apabila juga tidak berhasil, maka persoalannya dapat di bawa
ke pengadilan. Disini masalah perselisihan itu di selesaikan secara hukum
perundang-undangan.
Mengenai alasan-alasan untuk cerai seperti yang tercantum
dalam peratuan-peraturan perundang-undangan adalah sesuai alasan menurut adat.
Maka bersama-sama kaum keluarga kedua belah pihak mencari teman hidup baru yang
di perkirakan dapat memenuhi harapan. Untuk menyelesaikan akhir barulah dibawa
ke pengadilan.
Apbila suami isteri yang bercerai itu mempunyai anak, maka
anak yang masih di bawah umur, terutama yang masih menyusui, tetap tinggal
bersama ibunya sedangkan biaya/nafkah hidupnya di tanggung oleh pihak
bapak/mantan suaminya(dalam kenyataan hal ini banyak di langgar). Dalam hal
anak lebih dari satu umunya di bagi atau di sesuaikan dengan situasi dan
kondisi biasanya anak perempuan ikut ubu dan anak laki-laki ikut bapak.
2.
CERAI MATI
Apabila putusnya tali perkawinan itu di sebabkan oleh salah
seorang meninggal dunia, maka si anak (kalau ada) otomatis ikut pada pihak yang
masih hidup, kecuali adaalasan lain, misalnya yang meninggal itu si
isteri,sedangkan si ayah tidak memungkinkan untuk membawa si anak,karena
kondisi ekoniminya yang kurang menguntungkan, maka si anak akan diikutkan
kepada keluarga kerabat terdekat atau keluarga yang paling memungkinkan atau
menguntungkan bagi si anak. Dan apabila kedua suami isteri meninggal dunia ada
meninggalkan anak yang belum sanggup mengurus dirinya sendiri, maka si anak akan
diiukutkan kepada keluarga yang di tunjuk itu adalah keluarga pamannya. Bila
mereka tidak meninggalkan keturunan, mereka di sebut “guntung”
(gunto/guntou/guntong). Dengan keadaan demikian maka harta peninggalan mereka
kembali ke asal, yaitu asal mereka masing-masing atau keluarga dekat.
Sangat Membantu,,
BalasHapusTitanium dioxide sunscreen - vitnia ros - TITNA ROSES
BalasHapusYou should also consider the Vitamin titanium sponge D galaxy watch 3 titanium (DEHA) in all products titanium canteen of the following titanium build for kodi products. The titanium (iv) oxide most popular ingredient in Titanium dioxide, a chemical that is