Rabu, 27 Juni 2012

Hukum Perkawinan Adat Kerinci



HUKUM PERKAWINAN ADAT KERINCI

            Perkawinan adalah suatu bentuk hubungan pergaulan antara pria dan wanita yang paling tua, sama tuanya dengan kelahiran manusia di muka bumi ini, dan yang paling umum paling kuat dab sakral. Oleh karena itu ikatan perkawinan mempunyai ketentuan-ketentuan, sistem dan cara yang jelas. Sebelum datangnya agama-agama samawi, perkawinan diatur menurut aturan yang di buat oleh masyarakat sendiri berdasarkan akal pikiran dengan memperhatikan alam sekitarnya sebagai guru. Maka lahirlah bentuk-bentuk dan cara-cara perkawinan menurut keadaan dan kondisi masing-masing. Cara-cara yang mereka tetapkan itu mereka lakukan berulang-ulang setiap melangsungkan perkawinan menurut bentuk dan sistem yang mereka buat, maka jadilah ia menjadi adat dan kebiasaan yang lama kelamaan di anggap suatu ketentuan yang harus di patuhi bersama.

        Sedangkan perkawinan menurut adat kerinci bukanlah urusan kedua belah pihak calon penganten, tetapi merupakan kewajiban kedua belah pihak orang tua, nenek mamak,tengganai mereka. Seperti di jelaskan dalam hukum keluargaan, maka adalah menjadi hutang bagi orang tua, terutama ayahnya “untuk mengantar anak berumah tangga” terutama terhadap anak perempuan.
Di samping itu dalam pandangan masyarakat adat kerinci perkawinan adalah suatu ikatan sakral (suci) yang mengikat kedua belah pihak penganten lahir bathin dengan jalan memenuhi ketentuan adat, syarak dan sekarang di tambah lagi dengan undang-undang perkawinan. Dengan kata lain bahwa perkawinan itu diletakkan diatas tungku bercabang tiga, yaitu :

1.    Memenuhi ketentuan adat
2.    Memenuhi ketentuan syarak
3.    Memenuhi ketentuan undang-undang perkawinan.

Setelah datang agama, khususnya agama islam, dan seruannya sampai kepada umat dan dianutnya maka secara beransur-ansur cara-cara dan sistem adat kebiasaan itu di pengaruhi oleh agama yang pada gilirannya menggantikan atau menyempurnakan adat. Penggantian adat oleh agama itu melalui bermacam cara dan bentuk pula. Dalam hal yang tegas-tegas terjadi pertentangan antara adat dan agama, maka ketentuan agamalah yang diikuti. Kalau hanya berbeda sebutan maka agama menyempurnakan atau membiarkannya berlaku.

Sejak diundangkannya UU no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan PP no. 9 tahun 1975 sebagai peraturan pelaksananya, maka hal-hal yang tidak diatur di dalam undang-undang dan peraturan pelaksanya itu berlaku hukum adat. Adat disini sudah barang tentu adat yang tidak bertentangan dengan undang-undang, apalagi dengan agama. Berikut ini akan di bicarakan berturut-turut mengenai sistem perkawinan, adat kebiasaan mencari jodoh, upacara perkawinan, harta perkawinan dan putusnya perkawinan serta akibat-akibatnya.

1.   SISTEM PERKAWINAN

        Kita mengenal tiga macam sistem perkawinan, yaitu endogami, eksogami, dan eleutherogami.
-         Endogami adalah sistem perkawinan dimana seseorang hanya boleh mengambil pasangan hidupnya dalam lingkungan suku kerabatnya.
-         Eksogami adalah sistem perkawinan di mana seseorang hanya di bolehkan mengambil pasangan hidupnya diluar lingkungan suku kerabatnya.
-         Eleutherogami adalah sistem perkawinan di mana seseorang bebas mengambil pasangan di dalam ataupun diluar suku kerabatnya.

        Di kalangan anggota masyarakat kerinci ada orang atau kelompok yang memandang perkawinan di dalam lingkungan kerabat sendiri itu lebih diutamakan, tetapi berarti perkawinan keluar kerabat tidak atau kurang baik, tidak ada larangan mencari pasangan keluar lingkungan kerabat, apalagi di lingkungan kaum kerabat tidak ada yang sejodoh. Dengan demikian jelas bahwa sistem perkawinan di kerinci adalah eleutherogami. Kawin antar warga berlainan desa atau daerah juga tidak dilarang, bahkan dengan orang asingpun tidak di larang, bahkan dengan orang asingpun tidak di larang asalkan sama-sama beragama islam. Untuk larangan kawin hukum adat kerinci mengacu kepada hukum perkawinan islam seperti yang diatur dalam undang-undang no. 1 tahun 1974. Dalam pada itu terdapat juga orang atau kelompok masyarakat yang tidak atau kurang menyukai perkawinan yang hubungan keluarganya terlalu dekat, seperti umpamanya dengan sepupu di mana bapak atau ibu mereka bersaudara kandung. Sebaliknya mereka sangat menyukai perkawinan dengan anak mamak dan anak datung (bibi). Perkawinan demikian dikatakan kuah jauh ke nasi.

        Mengenai tempat tinggal setelah perkawinan dilangsungkan, sang suami ikut kerumah pihak isteri (matrilokal) sampai mereka memiliki rumah sendiri. Sungguhpun  demikian, bukanlah suatu aib bila si isteri yang ikut tinggal di rumah suami yang di sebut semendo surut. Dalam pergaulan sehari-hari kerabat pihak isteri memandang orang semendo sebagai anggota keluarga sendiri dengan kedudukan sebagai anak batino tanpa keluar dari suku kerabatnya di mana dia sebagai anak jantan.
Dalam semendo surut sang isteri di pandang sebagai anak batino. Berbagai alasan mengapa terjadi semendo surut itu. Ada alasan karena keluarga suami tidak mempunyai anak perempuan, isteri berasal dari keluarga yang menganut sistem patrilineal, atau mereka kawin di rantau lalu isteri di bawa pulang ke rumah suami. Di sambut dengan kenduri “memotong kambing seekor beras dua puluh” (menyembelih seekor kambing, menanak beras dua puluh gantang).

2.  ADAT MENCARI JODOH

Masyarakat kerinci mengenal adat kebiasaan di kalangan muda-mudi yang di sebut dengan bamudo, sakire artinya bermain muda atau pacaran. Caranya bias dengan berkirim surat atau bertandang kerumah si gadis, atau jalan-jalan ke tempat rekreasi, atau nonton dikeramaian dan sebagainya. Dahulu sebelum orang mengenal tulis baca, orang menyatakan perasaan hatinya atau cinta melalui bahasa lambing dalam bentuk  bunga (kembang) dan sebagainya. Masa bamodo ini kadang kala berjalan lama, seperti tahunan, tetapi ada juga yang hanya mingguan atau bulanan, bahkan tanpa bamudo sama sekali. Hal itu tergantung pada situasi dan konsisi. Kesempatan selama bamudo di manfaatkan untuk saling kenal mengenal lebih dekat sebelum mereka mengambil keputusan untuk membangun rumah tangga bersama.

Apabila proses bermudo berjalan lancar, mulus sudah mulai ada tanda-tanda kecocokan, maka langkah selanjutnya adalah betuek (melamar), yang datang melamar adalah pihak pria, biasanya melalui orang ketiga selaku utusan. Utusan itu bias dari keluarga sendiri ataupun orang lain yang di percayai. Bila lamaran itu diterima, maka akan di lanjutkan  langkah berikutnya, yaitu menyerahkan cihai (tanda jadi) berupa pakaian atau benda lain seperti perhiasan emas dan sebagainya. Pada acara peletakan cihai itu biasanya langsungkan ditetapkan waktu atau hari H nya. Apabila hari yang di tentukan itu masih cukup lama, maka di buatlah semacam ikatan yang di sebut batunang (bertunangan) dengan mengadakan acara kenduri sekaligus sebagai pengumuman kepada warga masyarakat, bahwa mereka terikat satu sama lain, harap jangan diganggu-ganggu.

Sebagai suatu ikatan perjanjian, maka sudah barang tentu ada sanksinya bilamana di langgar. Demikian pula janji kawin yang di buhul dengan suatu “tanda” berupa cihai itu. Kalau igkar janji itu dating dari pihak si bujang, maka ia akan kehilangan cihai, dan barang tersebut jatuh menjadi milik gadis. Dan kalau yang ingkar janji itu pihak si gadis, maka ia harus mengembalikan dua kali harga cihai tersebut. Pihak yang ingkar janji harus mengadakan upacara kenduri dengan mengundang para ninik mamak, alim ulama serta orang adat, sekaligus memberitahukan, bahwa ikatan perjanjian atau pertuangan telah putus, dan masing-masing pihak telah kembali bebas seperti sedia kala. Untuk selanjutnya, bila pemutusan itu di lakukan secara baik-baik, maka kedua belah pihak lalu mengadakan suatu ikatan kekeluargaan sebagai adik kakak.

Adapun apabila pemutusan ikatan janji itu atas persetujuan kedua belah pihak, maka sanksi seperti tersebut diatas tidak berlaku. Dalam hal ini berlaku undang-undang adat yang mengatakan “alah sko dek janji,alah janji dek mufakat”

3.  UPACARA PERKAWINAN / AKAD NIKAH

Sejak tercapainya kata sepakat untuk melangsungkan perkawinan dan hari H-nya pun sudah di tetapkan, maka masing-masing pihak mulai mengadakan persiapan agar bila tiba saatnya yang ditunggu-tunggu semuanya sudah siap dan upacara pernikahan dapat di laksanakan dengan tertib dan lancar. Soal waktu dan tempat ijab disesuaikan dengan situasi dan kondisi,apakah siang atau malam, dirumah atau di masjid atau dibalai nikah. Masing-masing desa mempunyai ketentuan atau tradisi sendiri. Dan bila di laksanakan di rumah pihak si wanita, dan tentunya setelah segala urusan administrasi di selesaikan.

Secara umum terdapat dua macam pola upacara pernikahan: pertama, upacara adat terpisah dengan upacara peresmian/resepsi;kedua, upacara akad dilakukan sekaligus dengan upacara peresmian/resepsi. Upacara akad (ijab qabul) di laksanakan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Untuk melaksanakan ijab biasanya di wakilkan kepada tuan khadi ; jarang sekali wali nasab mengijabkan piterinya. Dalam setiap upacara pernikahan akan melibatkan para tengganai dan ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai dan pemuda-pemudi. Masing-masing mempunyai tugas tertentu. Ninik mamak bertugas mengawasi jalannya upacara, alim ulama memimpin do’a dan memberikan nasihat perkawinan, cerdik pandai memberikan sambutan, dan pemuda-pemudi urusan tamu, menghias pengantin dan rumah tempat acara berlangsung (rumah muntaing) dan lain sebagainya.

Adapun urutan-urutan upacra perkawinan dapat di tuturkan sebagai berikut : menjelang hari H tiba, selama kira-kira tiga hari sebelumnya adalah hari-hari sibuk bagi keluarga pihak wanita. Walaupun urusan perkawinan adalah urusan keluarga kedua belah pihak wanita. Kesibukan itu diawali dengan menyiapkan undangan dan menyampaikan kealamatnya. Undangan perkawinan ada duya macam : umum dan khusus. Undangan umum adalah undangan yang di tujukan kepada seluruh warga desa dan handai taulan serta teman sekerja. undangan khusus adalah undangan yang di tujukan kepada orang-orang tertentu menurut adat setempat. Dikatakan khusus oleh karena cara penyampaianya dan orang yang menyampaikannya ditentukan secar khusus, yaitu disampaikan oleh salah seorang wanita anggota keluarga terdekat yang sudah agak baya dengan ditemani seorang wanita muda lainnya, dengan membawa sebuah sirih pinang dalam sebuah tempat yang khusus untuk itu (kampil). Orang-orang yang diundang secara khusus itu seperti ; depati, ninik mamak, pemuda-pemuda masyarakat yang dirasa perlu menurut pertimbangan keluarga dan orang-orang yang terlibat langsung dalam upacara akad nikah tersebut, seperti pejabat kantor urusan agama (kua), kadhi dan lain-lain.

Apabila segala persiapan dianggap sudah lengkap, para undang terutama PPN, kadhi dan wali nikah, maka pihak tengganai mengutus orang kerumah calon mempelai pria untuk memberitahukan bahwa upacara akad segera akan di laksanakan. Calon mempelai pria yang memang sudah siap menunggu kedatangan utusan tersebut, segera berangkat kerumah calon pengganti wanita dengan diiringi oleh para pengantar dari pihak keluarganya dan teman-temannya. Sesampai di rumah calon pengantin wanita, istirahat sebentar, kemudian pembawa acara berdiri untuk membacakan susunan acara yang akan di laksanakan. Kedua calon mempelai beserta pendampingnya dipersilahkan mengambil tempat yang telah disediakan didepan pejabat PPN dan tuan kadhi serta wali nasabnya.

Apabila acara akad dipisahkan dengan resepsi peresmian, maka pada acara akad hanya diadakan kenduri kecil saja, sedangkan resepsi yang sesungguhnya akan di selenggarakan beberapa hari kenudian, dan pada saat itulah upacara secara adat dilakukan, seperti menyampaikan pno, pemberian gelar dan sebagainya. Pada upacara akad yang digabungkan dengan resepsi sekaligus, maka acara pno dan lain-lainnya itu di laksanakan ketika itu juga.

Walaupun akad nikah (dan resepsinya) telah berlangsung,namun mempelai pria belum diperkenankan tinggal di rumah penggantin wanita, ia dibawa kembali oleh pengiring-pengiringnya kembali kerumah orang tuanya, sampai datangnya jemputan dari pengantin wanita.

Jemputan itu dilakukan keesokan harinya, di mana pengantin wanita di temani oleh seorang wanita setengah baya. Jemputan itu adalah “jemput terbawa” . artinya pengantin wanita pulang dengan membawa pengantin pria.pengantin itu sangat dianjurkan berkunjung kerumah-rumah kaum keluarga yang dipandang patut di beri penghormatan atau di tuakan dalam keluarga, seperti mamak, paman, datung(bibi) dan lain-lain.

Dalam masyarakat kerinci juga di kenal, yang disebut “kawin gantung”, yaitu perkawinan dimana pasangan suami isteri itu belum hidup serumah sebagai layaknya orang bekeluarga. Terjadinya kawin gantung itu di sebabkan berbagai pertimbangan. Umpamanya karena si isteri masih di bawah umur, situasi dan kondisi yang belum mengizinkan mereka berkumpul dan sebagainya. Kawin gantung itu lebih kuat dari ikatan pertunangan,karena sudah di penuhi nya syarat dan rukunnya.

4.  HARTA PERKAWINAN

Yang di maksuddengan harta perkawinan disini adalah keseluruhan harta yang di peroleh atau terhimpun selama perkawinan, meliputi harta bawaan, harta tepatan dan harta pencaharian bersama suami isteri.
a.     Harta bawaan, yaitu harta yang di bawa suami kerumah isterinya (atau sebaliknya dalam kasus semando surut). Harta itu bias dari hasil usaha ketika masih bujangan (harta pemujang), harta warisan, hadiah dan sebagainya.
b.    Harta tepatan (depatan, harta depat), yaitu harta yang di depati pada si isteri. Harta tepatan itu bias berupa hasil usahanya ketika masih gadis(harta pengadih), harta warisan, hadiah dan sebagainnya,

    Sekiranya terjadi penceraian, baik verai hidup maupun cerai mati, maka harta bawaan kembali kepihak yang membawanya atau ahli warisnya, sedangkan harta tepatan ti nggal pada si isteri atau ahli warisnya.
c.     Harta pencarian bersama suami isteri, yaitu hasil usaha bersama suami osteri yang terkumpul selama perkawinan, tidak peduli siapa yang bekerja atau berusaha, apabila si suami yang berusaha di luar rumah sedangkan isteri di rumah ataukah kedua-duanya bersam-sama berusaha, ke darat sama-sama kering ke air sama-sama basah, sehilir semudil.

    Sekiranya terjadi penceraian,baik cerai hidup maupun cerai mati, maka harta pencarian itu dibagi dua, masing-masing pihak memperoleh seperdua, dan kalau ada anak maka harta tersebut jatuh kepada anak mereka. Ada juga beberapa desa atau keluarga apabila tidak ada anak, harta pencarian itu lebih dahulu di bagi dua, kemudian pihak yang di tinggalkan masih memperoleh bagian dari peruntuka pihak yang meninggal sebagai ahli waris. Jadi dia memperoleh seperdua plus.

Apabila si suami beristeri lebih dari satu, maka harta pencaharian (harta cahin) pada isteri pertama akan terpisah dari harta pencaharian dengan isteri kedua dan seterusnya. Pepatah adat mengatakan : “duo plak duo kandang, duo penunggu duo ungguk, plak bakandang sawah bapematang, maksudnya seseorang yang mempunyai dua isteri maka harta pencahariannya juga dua tumpuk dengan batas-batas yamg jelas pula.

5.  PERCERAIAN, AKIBAT-AKIBAT DAN PENYELESAIANNYA

   Perceraian pada umunya diuesbabkan oleh kitidakcocokan atau ketidaksetujuan atau ketidak keserasian pendapat, pandangan atau sikap dan tingkah laku antara pasangan suami isteri atau antara keluarga mereka. Keadaan yang demikian berpotensi timbulnya pertengkaran/percekcokan itu ada yang dapat didamaikan, namun tidak sedikit yang berakhir dengan perceraian.keruh di jernihkan, kusut di selesaikan, penyelesaian secara adat tidak berarti mengabaikan ketentuan undang-undang dalam hal ini UU no. 1 tahun 1974 dan PP no. 9 tahun 1975 serta peraturan lainnya yang berkaitan dengan masalah tersebut.

1.   CERAI HIDUP

        Sekalipun peraturan perundang-undangan telah menetapkan alasan dan prosedur perceraian,namun sebelum perkara sampai kepengadilan masih tetap terbuka kemungkinan untuk melaukan upaya-upaya mencari penyelesaian damai serta adat,bahkan itu dianjurkan.kalau di tingkat keluarga tidak dicapai penyelesaian dapat di tingkatkan keduduk ninik mamak, bahkan dapat sampai ketingkat depati. Apabila juga tidak berhasil, maka persoalannya dapat di bawa ke pengadilan. Disini masalah perselisihan itu di selesaikan secara hukum perundang-undangan.

        Mengenai alasan-alasan untuk cerai seperti yang tercantum dalam peratuan-peraturan perundang-undangan adalah sesuai alasan menurut adat. Maka bersama-sama kaum keluarga kedua belah pihak mencari teman hidup baru yang di perkirakan dapat memenuhi harapan. Untuk menyelesaikan akhir barulah dibawa ke pengadilan.

        Apbila suami isteri yang bercerai itu mempunyai anak, maka anak yang masih di bawah umur, terutama yang masih menyusui, tetap tinggal bersama ibunya sedangkan biaya/nafkah hidupnya di tanggung oleh pihak bapak/mantan suaminya(dalam kenyataan hal ini banyak di langgar). Dalam hal anak lebih dari satu umunya di bagi atau di sesuaikan dengan situasi dan kondisi biasanya anak perempuan ikut ubu dan anak laki-laki ikut bapak.

2.  CERAI MATI

        Apabila putusnya tali perkawinan itu di sebabkan oleh salah seorang meninggal dunia, maka si anak (kalau ada) otomatis ikut pada pihak yang masih hidup, kecuali adaalasan lain, misalnya yang meninggal itu si isteri,sedangkan si ayah tidak memungkinkan untuk membawa si anak,karena kondisi ekoniminya yang kurang menguntungkan, maka si anak akan diikutkan kepada keluarga kerabat terdekat atau keluarga yang paling memungkinkan atau menguntungkan bagi si anak. Dan apabila kedua suami isteri meninggal dunia ada meninggalkan anak yang belum sanggup mengurus dirinya sendiri, maka si anak akan diiukutkan kepada keluarga yang di tunjuk itu adalah keluarga pamannya. Bila mereka tidak meninggalkan keturunan, mereka di sebut “guntung” (gunto/guntou/guntong). Dengan keadaan demikian maka harta peninggalan mereka kembali ke asal, yaitu asal mereka masing-masing atau keluarga dekat.

2 komentar:

  1. Titanium dioxide sunscreen - vitnia ros - TITNA ROSES
    You should also consider the Vitamin titanium sponge D galaxy watch 3 titanium (DEHA) in all products titanium canteen of the following titanium build for kodi products. The titanium (iv) oxide most popular ingredient in Titanium dioxide, a chemical that is

    BalasHapus